Selasa, 22 Mei 2012

ilmu fiqih

ZAKAT, SHODAQAH, DAN INFAQ

A.    PENDAHULUAN
Zakat merupakan salah satu pokok agama yang sangat penting dan strategis dalam islam, karena zakat adalah rukun islam yang ketiga setelah syahadat dan sholat. Jika sholat berfungsi untuk membentuk keshalihan dari sisi pribadi seperti mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar, maka zakat berfungsi membentuk keshalihan dalam system sosial kemasyarakatan  seperti memberantas kemiskinan, menumbuhkan rasa kepedulian dan cinta kasih terhadap golongan yang lebih lemah. Pembentukan keshalihan pribadi dan keshalihan dalam system masyarakat inilah salah satu tujuan diturunkannya risalah islam sebagai rahmatal lil alamin oleh Allah SWT kepada manusia.
Dengan zakat, Allah menghendaki kebaikan kehidupan manusia dengan ajaran-Nya agar
hidup tolong-menolong, gotong-royong dan selalu menjalin persaudaraan. Adanya perbedaan harta, kekayaaan dan status sosial dalam kehidupan adalah sunatullah yang tidak mungkin dihilangkan sama sekali. Bahkan adanya perbedaan status sosial itulah manusia membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Dan zakat (juga infaqdan shdaqah) adalah salah satu instrument paling efektif untuk untuk menyatukan umat manusia dalam naungan kecintaan dan kedamaian di dunia untuk menggapai kebaikan di akhirat. 

 
B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimanakah keterangan Zakat pada surat Al-Baqarah (2) ayat 276 ?
2.    Apa pengertian Infaq ?
3.    Apa pengertian Shodaqoh ?





C.    PEMBAHASAN
1.    Al-Baqarah (2) ayat 276
   ياأيها الَّذِيْنَ امَنُوْا انفِقُوْا  مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ  وَلاَتَيَمَّمُوْا الْخَبِيثَ  مِنْەُ  تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِأخِذِيْە إلاَّ أَنْ تُغْمِضُوْا فِيەِ وَاعْلَمُوْا أنَّ اللە غَنِيٌّ حَمِيدٌ  (البقرة  : ٧٦۲)                                                       
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) bagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji”. (QS. Al-Baqarah/2:267).

Tafsir Mufradat
انفِقُوْا     : kata infaq berasal dari kata nafaqa yanfuqu nafaqan nifaqan yang artinya “berlalu”, “habis”, “ramai”. Kalimat nafaqa asy-syai’u artinya sesuatu itu habis, baik habis karena di jual, mati, atau karena dibelanjakan.
طَيِّبَاتِ : terambil dari kata thayyib yang artinya baik dan disenangi (disukai), lawannya adalah Khabis yang bearti buruk dan dibenci (tak disukai).
وَلاَتَيَمَّمُوْا    : Janganlah kamu bermaksud, menuju, menghendaki.
تُغْمِضُوْا    : Meremehkan, memicingkan mata.
حَمِيدٌ        : Maha Terpuji maksudnya berhak mendapat pujian atas segala nikmat-Nya yang besar.

Makna Global
Pada ayat sebelumnya (QS. Al Baqarah/2:261-266) Allah, dengan bahasa yang indah namun tegas, mengemukakan sifat dan niat yang harus di sandang oleh seseorang ketika berinfaq, seperti ikhlas karena Allah, niat membersihkan jiwa, dan menjauhi sifat riya’, serta sikap yang harus diperhatikan setelah berinfak yaitu tidak menyebut-nyebut infaknya dan tidak pula menyakiti penerimanya. Itu semua merupakan pedoman yang berkenan dengan orang yang berinfak dan cara bagaimana seharusnya ia berinfak.
Pada ayat (QS. Al-Baqarah/2:267) ini Allah menjelaskan pedoman yang harus diperhatikan berkaitan dengan kualitas harta yang harta yang akan diinfakkan yaitu bahwa harta tersebut hendaknya merupakan harta yang terbaik dan yang dicintai, sehingga dengan demikian pedoman tentang infak dan penggunaan kekayaan pada jalan Allah menjadi lengkap dan sempurna.

Sabab Nuzul
Diriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi SAW. Memerintah kan umat islam agar mengeluarkan zakat fitrah 1 shoq kurma. Lalu datanglah seseorang membawa kurma berkualitas rendah. Maka turunlah ayat tersebut (QS. 2:267). Menurut Al Barra’ ayat ini turun berkenan dengan kaum anshar ketika memetik (panen) kurma mereka mengeluarkan beberapa tandan kurma baik yang sudah matang maupun yang belum matang lalu digantung pada tamabang diantara dua tiang masjid Nabi yang diperuntukkan orang miskin dari kaum muhajirin. Syahdan, orang laki-laki dengan sengaja mengeluarkan satu tandan kurma yang kualitasnya sangat buruk. Ia mengira bahwa hal itu dibolehkan mengingat sudah cukup banyak tandanan kurma yang tergantung. Maka, berkenan dengan orang tersebut turunlah ayat yang artinya:”…dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya….”. Yakni, tandanan kurma bermutu sangat buruk yang seandainya diberikan kepadamu, kamu tidak menerimanya. 
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan peristiwa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan lainnya, yaitu bahwa seseorang dating membawa setandan kurma sangat buruk lalu digantungkan di masjid untuk di makan fakir miskin. Maka, turunlh ayat yang artinya: “….dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya…”. 

Penjelasan
ياأيها الَّذِيْنَ امَنُوْا انفِقُوْا  مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ 
Maksudnya, nafkahkanlah sebagian harta hasil usahamu yang baik-baik, seperti emas, perak, harta niaga, dan hewan ternak dan sebgian kekayaan yang kami keluarkan dri bumi semisal biji-bijian, buah-buahan, dan sebagainya.  Allah berfirman :
لَنْ تَنَا لُوْا البِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوْا مِمّا تُحِبُّوْنَ    (ال عمران /٣ :٩۲ )                     
“Kamu sekali-kali tidak tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cinta..” (QS. Ali Imran/3:92)
Ibnu al-Qayyim berpendapat, ada beberapa kemungkinan alasan mengapa Allah hanya menyebutkan secara khusus dua jenis kekayaan dalam ayat di atas yaitu kekayaan yang kkeluar dari bumi dan harta niaga, tanpa menyebutkan kekayaan yang lain. Kemungkinan pertama karena melihat kenyataan bahwa keduanya merupakan jenis kekayaan yang umum dimiliki masyarakat pada saat itu Kaum muhajir adalah petani kebun. Oleh karena itu, penyebutan kedua jenis tersebut disebabkan adanya kebutuhan mereka untuk mengetahui status hukumnya. Kemungkinan kedua adalah karena keduanya merupakan harta kekayaan yang utama (pokok).
Selanjutnya Allah berfirman :
وَلاَتَيَمَّمُوْا الْخَبِيثَ  مِنْەُ  تُنْفِقُوْنَ 
Dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk lalu kamu nafahkan daripadanya.
Allah melarang mengeluarkan (menginfakkan) dengan sengaja  harta yang buruk, berkualitas rendah, sebagaimana dorongna jiwa pada umumnya yaitu menyimpan harta yang baik dan mengeluarkan harta yang berkualitas rendah yang tidak sengaja karena kebetulan, misalnya karena hanya jenis rendah itulah yang ada atas yang dimilikinya saat itu. Dalam keadaan demikian, perbuatan seperti itu tidak dipandang berinfak secara sengaja dengan harta yang buruk melainkan tetap di pandang sebagai menginfakkan sebagian karunia yang diberikan oleh Allah.
             وَلَسْتُمْ بِأخِذِيْە إلاَّ أَنْ تُغْمِضُوْا فِيەِ    
Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya.       
Seandainya kamu  adalah orang yang berhak menerima dan di beri harta buruk tersebut, tentu kamu tidak mau mengambil hak itu kecuali karena hanya bersikap toleran dan itupun dilakukan dengan memicingkan mata, karena kamu sendiri merasa jijik dan tidak menyukainya.
Selanjutnya, Allah mengakhiri ayat (267) diatas dengan menyebutkan dua sifatnya yang sesuai dengan konteks ayat. Ia berfirman :
                وَاعْلَمُوْا أنَّ اللە غَنِيٌّ حَمِيدٌ
         Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji
“Maha Terpuji” bearti bahwa ia tidak mau menerima sesuatu yang buruk. Orang yang menerima buruk boleh jadi karena ia memerlukannya atau mungkin jiwanya tidak sempurna dan tidak mulia. Sedangkan “Yang Maha Kaya”, yang mulia dan yang sempurna sifatnya tentu tidak akan menerima yang buruk.
Al-Syaukani berkata, dalam ayat diatas terdapat perintah berinfak dengan harta yang baik dan larangan berinfak dengan yang buruk. Sejumlah ulama salaf berpendapat bahwa ayat tersebut berkenaan dengan sedekah wajib (zakat). Ibn Jarir meriwayatkan dari ‘Ubaidah as-Salmani ang berkata, “saya pernah kepada Ali bin abi Thalib tentang ayat diatas”. Ia menjawab “ayat itu berkenaan dengan zakat yang wajib. Seseorang menuai  kurma lalu ia menaruh ditempat yang jauh dari kurma yang baik. Apabila datang pemungut zakat, ia berikan kurma yang buruk”.

2.    Pengertian Infaq
        Infaq berasal dari kata anfaqa yang bearti mengeluarkan sesustu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syari’at infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan penghasialan untuk suatu kepentingan yang di perintahkan islam. Jika zakt ada nishabnya, infaq tidak mengenal nishab. Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman, baik yang berpenghsilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit (QS. 3:134). Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu, maka infaq boleh diberikan kepada siapapun mislanya, untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya (QS. 2:215).
        Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinnya. Allah memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya diserahkan. Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat yang senatiasa berdo’a setiap pagi dan sore: “Ya Allah SWT  berilah orang yang berinfak, gantinya.” Dan berkata yang lain : “ Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran”. (HR. Bukhori)
        Melakukan amal kebajikan semuanya agar benilai ganjaran pahal di sisi Allah SWT semuanya tergantung pada niat Rasulullah bersabda :” Sesungguhnya sahnya perbuatan itu hanyalah dengan niat”. (HR. Muslim)
        Jika mengeluarkan harta diiatkan sedekah maka akan benilai ibadah sedekah yang besar ganjarannyadari Allah. Pun demikian, jika diniatkan berinfak akan bernilai pahala infak.tentu hendaknya terlebih dahulu dimantabkan niat yang manakah amal karikatif (sedekah atau infak) yang dipilih dan tunaikanlah itu. 

3.    Pengertian sedekah
        Sedekah berasal dari kata shadaqa yang bearti benar. Orang suka bersdekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Adapun secara terminologi syari’at shodaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai’in bisyai’I, menetapkan atau menerapkan sesuatu pada sesuatu.  Sikapnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah, waktu dan kadarnya atau pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang miskin setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya. Sedekah tidak terbatas pad pemberian yang bersifat material saja tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang lain termasuk kategori sedekah. Pengertian sedekah sama dengan pengetian infaq, termasuk juga hokum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja shodaqoh mempunyai makna yang lebih luas dibanding dengan infak. Jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti yang luas menyangkut juga hal yang bersfat non material. Shodaqah ialah segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya, menyalurkan syahwatnya pada istri.
        Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami-istri atau melalakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah.
        Dalam hadits Rasulullah memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershadaqah dengan hartanya, beliau bersabda : “Setiap tasbih adalah shodaqah, setiap tahmid shodaqah, setiap amar ma’ruf adalah shadaqah, nahi munkar shadaqah dan menyalurkan syahwatnya kepada istri shadaqah.” (HR. Muslim) 

D.    KESIMPULAN
        Zakat adalah kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu. Ibnu al-Qayyim berpendapat, ada beberapa kemungkinan alasan mengapa Allah hanya menyebutkan secara khusus dua jenis kekayaan dalam ayat di atas yaitu kekayaan yang kkeluar dari bumi dan harta niaga, tanpa menyebutkan kekayaan yang lain. Kemungkinan pertama karena melihat kenyataan bahwa keduanya merupakan jenis kekayaan yang umum dimiliki masyarakat pada saat itu Kaum muhajir adalah petani kebun. Kemungkinan kedua adalah karena keduanya merupakan harta kekayaan yang utama (pokok).
        Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinnya.
        Shodaqah ialah segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya, menyalurkan syahwatnya pada istri.



E.    PENUTUP 
        Demikianlah makalah yang kami sampaikan, semoga dapat menjadi bahan kajian yang dapat memberikan sedikit sumbangsih dalam kajian yang kaitannya dengan Zakat, shodaqah dan infak. Kritik serta saran konstruktif selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun pemaparan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin..


DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz XIII, Dar al-Fikr, Beirut-Lubnan.
Al-Wahidi, Asbab an-Nuzul
Ibn al-‘ Arabi, Ahkam al-Qur’an, Jil. 1.
http://www.era muslim.com/konsultasi/zakat/infaq-dan-zakat.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar