Selasa, 22 Mei 2012

pendidikan agama islam

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL UNTUK MENANGKAL RADIKALISME

I.    PENDAHULUAN
        Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme islam merupakan tantangan baru umat islam untuk menjawabnya. isu radikalisme islam ini sebenarnya sudah lama mencuat di permukaan wacana internasional. radikalisme islam sebagai fenomena historis sosiologis merupakan masalah yang sangat banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat  kekuatan media yang memilki potensi yang sangat besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia.  Banyak label-label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal dari sebuan kelompok garis keras, ekstrim, militant, fundamentalisme sampai terorisme. Bahkan di Negara-negara Barat pasca hancurnya ideology komunisme memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan. tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi
bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional.
        Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Dalam perspektif Barat, gerkan Islam sudah menjadi fenomena yang perlu dicurigai. terlebih-lebih pasca hancurnya gedung WTC New York yang dituduhkan dilakukan oleh kelompok Islam garis keras (Al Qaeda dan Taliban) semakin menjadikan radikalisme Islam menjadi wacana yang mengglobal yang berimplikasi pada sikap kecurigaan masyarakat dunia, terutama bangsa Barat dan amerika Serikat terhadap gerakan Islam. hal yang demikian terjadi karena orang-orang Eropa Barat dan amerika Serikat berhasil dalam melibatkan dan mewarnai media sehigga mampu membentuk opini publik.  Ketergesa-gesaan dalam generalisasi menyebabkan mereka tidak mampu memandang fenomena historis umat Islam secara obyektif. tetapi hal ini tidak bearti pembenaran terhadap praktek radikalisme yang dilakukan umat beragama karena yang demikian bertentangan dengan pesan-pesan moral yang terkandung dalam agama dan moralitas manapun. akan tetapi apa yang perlu dilihat adalah bahwa Islam sebagai agama sangat menjunjung tinggi perdamaian. hal ini ukan saja ada alam normatifitas teks wahyu dan sunnah tetapi termanifestasi dalam sejarah Islam awal. Islam secara normatif dan historis (era Nabi) sama sekali tidak pernah mengajarkan radikalisme sebaaimana terminologi di Barat.  Islam tidak memiliki keterkaitan dengan gerakan radikal, bahkan tidak ada pesan moral Islam yang menunjuk kepada ajaran radikalisme baik dari sisi normative maupun historis kenabian.


II.    RUMUSAN MASALAH 
1.    Bagaimana Pendidikan Agama Islam berbasis Multikultural ?
2.    Apa Faktor-faktor penyebab muculnya gerakan Radikalisme ?
3.    Bagaimana peran Pendidikan Agama Islam berbasis Multikultural dalam menangkal Radikalisme ?






III.    PEMBAHASAN
1.    Pendidikan Agama Islam berbasis Multikultural
Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, kelas, (Sleeter and Grant, 1988). Pendidikan multikultural adalah suatu sikap dalam memandang keunikan manusia dengan tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status ekonomi seseorang (Skeel, 1995). Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas (Liliweri, 2005). Pendidikan multuikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat.  Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya (Banks, 1993). Dalam konteks yang luas, pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda. Dengan demikian sekolah dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para pelajar lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara mereka dan menunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, dari pada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal ras, etnik, budaya dan kelompok status sosialnya.
Pembelajaran berbasis multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. Hakekat pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga sekolah. Pendidikan multikultural bukanlah kebijakan yang mengarah pada pelembagaan pendidikan dan pengajaran inklusif dan pengajaran oleh propaganda pluralisme lewat kurikulum yang berperan bagi kompetisi budaya individual.
Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan siswa untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan multikultural juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong, 1996). Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. (Farris & Cooper, 1994).
2.    Faktor-faktor Penyebab munculnya gerakan Radikalisme
Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme. Diantara faktor-faktor itu adalah :
•    Faktor Sosial Politik : Gejala kekerasan agama lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial politik daripada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kaprah oleh Barat disebut sebagai gerakan radikalisme islam itu lebih tepat dilihat akar permasalahannya dari sudut koteks sosial politik dalam kerangka historisitas manusia yang ada di masyarakat.  Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa umat islam tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimlbukan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi. Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk mencapai tujuan mulia dari politiknya.
•    Faktor Emosi Keagamaan : Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walaupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama sperti dalih membela agama, jihad dan mati sahid. Dalam konteks ini yang dimaksud emosi keagamaan adalah agama sebagi pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif.
•    Faktor Kultural : Faktor ini juaga memiliki andil yang cukup besar yang melatarbelakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, bahwa di dalam masyarakat selau diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai.  Sedangkan yang dimaksud faktor cultural disini adalah sebagian anti teas erhadap budaya sekularisme. Budaya Barat merupkan sumber sekularisme yang dianngap sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bumi.     
•    Faktor Kebijakan Pemerintah : Ketidakmampuan pemerintahan dalam berindak meperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian umat Islam disebbkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari Negara-negara besar. Dalam hal ini elit-elit pemerintah di negeri muslim belum atau kuarang dapat mencari akar yang menjadi penyebab munculnya kekerasan (radikalisme) sehingga tidak dapak dapat mengatasi problematika sosial yang dihadapi umat.   Disamping itu, faktor media massa (pers) barat yang selalu memojokkan umat islam juga menjadi fator munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan umat Islam. Propaganda-propaganda lewat pers memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk ditangkis sehingga sebagian ekstrim yaitu perilaku radikal sebagai reaksi atas apa yang ditimpakan kepada komunitas muslim.
3.    Peran Pendidikan Agama Islam menangkal Radikalisme
         Pendidikan dalam memberikan peran atau solusi bagi permasalahan yang ditimbulkan radikalisme tidaklah mudah untuk mengatasinya, Terlebih-lebih jika permasalahan yang ada itu ditopang oleh emosi keagamaan. Namun demikian, dalam melihat fenomena multikultuaral mengenai muncul dan berkembangnya gerakan radikalisme ini ada beberapa catatan yang mungkin terjadi solusi atau peran alternatif.
Gerakan-gerakan radikalisme yang dilakukan oleh sebagian kelompok umat Islam sesungguhnya mencerminkan paduan faktor internal dan eksternal. Oleh karenanya perlu dicari akar permasalahan dari dua sisi ini yaitu faktor Internal yang berupa emosi keagamaan yang berdasarkan interpretasi ajaran agama maka jalan yang ditempuh ata solusi yang perlu dilkukan adalah dengan meminimalisir gerakan radikalisme agama (khususnya Islam) harus mulai degan rekontruksi terhadap pemahaman agama, dari yang ersifat simbolik-normatif menuju pemahaman yang etik, substansial dan universal. Namun hal ini bukan hal mudah yang untuk dilakukan karena memerlukan upaya yang menyeluruh dan kompleks. Mengubah pola pikir dan sikap dan sikap mental adalah perbuatan yang amat dilakukan terlebih-lebih jika pola pikir sebelumnya sudah ditpang dengan akidah (keyakinan) keagamaan yang kuat dan mengakar. Sedangkan, Faktor Eksternal adalah Pengembalian hak-hak politik umat Islam yang selama ini di penjara oleh barat, seperti dihentikannya perang media atas Islam yang menjadikan umat Islam terpojok oleh propaganda media barat, pengembalian wilayah teritori milik komunitas umat Islam yang di jajah barat. Dihentikannya penjajahan dan dominasi ekonomi, kultul  maupun militer yang dilakukan barat atas negeri-negeri muslim yang dianggap militan. Pengembalian hak-hak muslim merupakan syarat utama dalam meminimalisir gerakan radikalisme.
Peran pendidikan sangatlah penting dalam menangkal radikalisme, Radikalisme tidak dapat dilawan dengan kekerasan melainkan radikalisme dilakukan oleh sekelompok muslim memiliki ide atau ideologi politik dan ideologi keagamaan. Maka yang harus dilakukan adalah dengan upaya persuasif, kedermawaan dan rasa persaudaraan dari para penguasa negeri-negeri muslim agar gerakan yang lebih radikal lagi atau mengandung kekerasan bisa dicegah dan tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain.
IV.    KESIMPULAN
    Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas (Liliweri, 2005). Pendidikan multuikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat.
    Praktek kekerasan atau radikalisme yang dilakukan oleh sekelompok umat Islam tidak dialamatkan kepada Islam sehingga propaganda media barat yang memojokkan Islam dan umat Islam secara umum tidak dapat diterima. Islam sangatlah tidak mengajarkan radikalisme atau kekerasan melainkan cinta perdamaian. Peran pendidikan dan solusi dalam menangkal radikalisme kesemuanya itu harus berangkat dari kearifan para pemimpin Barat dan juga negeri-negeri muslim untuk mampu membaca fenomena perkembangan zaman yang mencerminkan aspirasi dari kalangan muslim.  Kondisi buruk sosial-politik dan ekonomi telah menjadikan umat Islam semakin termajinalkan, sudah seharusnya landasan awal dalam pemecahan masalah radikalisme. Jika tidak maka Islam yang damai akan termanifestasi dalam bentuk radikalisme yang penuh kekerasan.

V.    PENUTUP
    Demikian makalah ini saya susun, semoga bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan bagi kita semua, Aminn. Apabila ada kesalahan baik dalam penulisan atau kata saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA
Ainul, Yaqin. Pendidikan Multikultural, Pilar Media, Yogyakarta, 2005.
Azyumardi,  Azra. Pergolakan Politik Islam, Dari Fundamentalis, Modernisme Hingga Post-Modernisme, Paramadina, Jakarta, 1996.
Musa, Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al Qur’an, LESFI, Yogyakarta, 1992.
Nasution, Harun. Islam Rasional, Mizan, Bandung, 1995.
Nurcholis, Madjid.  Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Paramadina, Jakarta, 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar